Entri Populer

Selasa, 10 Desember 2013

SUCCEEDING WITH DIFFICULT PEOPLE



SUCCEEDING WITH DIFFICULT PEOPLE

People working at the bottom of an organization usually have no choice concerning whom they work with. As a result, they often have to work with difficult people. In contrast, people at the top almost never have to work with difficult people because they get to choose who they work with. If someone they work with becomes difficult, they often let that person go or move him or her out.

For leaders in the middle, the road is different. They have some choice in the matter, but not complete control. They may not be able to get rid of difficult people, but they can often avoid working with them. But good leaders – ones who learn to lead up, across, and down – find a way to succeed with people who are hard to work with. Why do they do it? Because it benefits the organization. How do they do it? They work at finding common ground and connect with them. And instead of putting these difficult people in their place, they try to put themselves in their place.

(articles by John C. Maxwell)

Senin, 11 November 2013

Mengajar untuk Belajar




Kemarin malam ketika pulang kantor, saya berkesempatan naik bus transjakarta menuju rumah. Alhasil perjalanan Daan Mogot-Sunter naik busway pun bisa dikatakan cukup melelahkan. Namun entah mengapa  dalam perjalanan yang memakan waktu kurang lebih 3 jam tersebut, pikiran saya terfokus pada perjalanan hidup saya akhir-akhir ini. Sungguh pun melelahkan hari itu, saya mendapat suatu pengalaman sangat berharga hari ini. Sebagai informasi saja, sudah jalan 5 bulan saya ini bekerja  di salah satu sekolah unggulan ternama di Jakarta sebagai staff pengembangan pendidikan Bahasa Inggris. Sungguh adalah satu kesempatan yang baik di mana saya bisa belajar banyak sebagai seorang lulusan keguruan yang memiliki pengalaman mengajar anak-anak selama kurun waktu 7 tahun terhitung semenjak saya lulus SMA.




Dalam mengajar, tentu saja saya memiliki fase-fase jatuh bangun di mana saya memang bergulat dengan bukan saja murid-murid saya, orang tua murid, namun terlebih lagi dengan diri saya sendiri, Tuhan lah yang tahu persis bagaimana saya pernah mengalami suatu fase terjebak di ‘lembah’ yang kelam. Sungguh pun demikian, saya belajar bahwa sebagai seorang guru yang selalu memotivasi anak-anak untuk terus maju dan tak mau menyerah atas kegagalan, untuk terus melangkah di tengah segala perasaan yang berkecamuk dalam jiwa. Tahun-tahun awal saya mengajar memang tidak berjalan mulus. Ada banyak kekurangan di sana-sini, ada banyak keraguan di dalam hati apakah kelas yang saya ajar akan berhasil ataukah sebaliknya?

Saya sungguh merasakan penyertaan Tuhan dalam perjalanan karier saya. Sungguh adalah suatu kebanggaan sekaligus tanggung jawab bagi saya bahwasanya saya memiliki kesempatan untuk belajar dan mengajar anak pada waktu yang hampir bersamaan. Pada kesempatan ini, saya mau sedikit membagikan pelajaran apa yang telah saya dapatkan selama saya mengajar selama ini. Ada beberapa hal yang ingin saya bagikan.

Yang pertama tentang kedewasaan. Seorang manusia dewasa memiliki ciri-ciri utama yakni mampu menempatkan dirinya secara tepat dalam setiap situasi, baik dalam keadaan yang baik dan buruk sekalipun. Menjadi seorang guru yang sukses mendidik anak, bukanlah perkara membalik telapak tangan. Diperlukan kedewasaan yang cukup untuk dapat mengarahkan dan mendidik anak-anak secara keseluruhan, namun bukan hal itu saja, diperlukan juga suatu fleksibilitas untuk menyelami dunia anak-anak tersebut yang penuh dengan cahaya antusiasme mereka yang rindu mengenal dunia sekitar dan orang-orang di sekitar mereka. Ada kalanya mengajar anak-anak bisa membuat kita seperti bekerja di dunia sirkus, di mana yang kita latih adalah, maaf, satwa liar untuk pertunjukan. Ada saat di mana tantangan mendidik mereka adalah mengatasi keliaran mereka sehingga yang dibutuhkan bukanlah serangkaian aturan-aturan dan sanksinya. Waktu itu saya belajar suatu hal yang berharga lagi, bahwa penanganan bagi keliaran anak-anak yang kelebihan energi itu ternyata adalah sebuah kesempatan bagi mereka untuk mengungkapkan dan menumpahkan energi tersebut dengan permainan dan kegiatan khas anak-anak. Jadi, apabila seorang anak yang tidak bisa berhenti berlari-lari di kelas tidak dapat diperingati sekali atau dua kali, ada baiknya bila anak tersebut diijinkan untuk keluar sejenak sekedar ‘membuang’ energi berlebih di tubuhnya. Hal ini bisa jadi sebuah metode yang efektif untuk mengajar anak-anak yang cenderung hiperaktif dan berlebih tenaganya. Guru yang dewasa di dalam kelas mengerti betapa sulitnya mengatur moods yang baik dari dalam dirinya agar proses pembelajaran yang efektif di kelas dapat terjadi walaupun itu berarti mengesampingkan keadaan yang terjadi di luar kelas sana. Di mana, perasaan kesal, khawatir, gundah, galau ada,  di situlah ia harus tetap berlaku dewasa agar anak-anak tidak turut merasakan dampak dari perasaannya itu. Hal ini perlu diingat, bahwa sekalipun bersikap dewasa menuntut adanya ‘penyangkalan diri’, namun bukan berarti menghilangkan aspek kemanusiaan seorang guru. Jadi, seperti halnya orang tua yang baik tidak menceritakan setiap hal yang terjadi pada anaknya kecuali hal tersebut bermanfaat bagi sang anak, seorang guru patut menjaga sikap hati, perilaku, dan tutur katanya di kelas sehingga anak-anak bisa meneladani sikap guru tersebut. Juga seorang dapat disebut dewasa apabila ia telah mampu mengenali dirinya sendiri dan mampu memaafkan dan meminta maaf pada orang lain. Ingatlah, guru juga manusia… punya rasa, punya hati… Jangan ragu minta maaf kalau memang diperlukan termasuk juga pada murid-murid kita.

Selanjutnya adalah tentang kesediaan untuk melayani. Menjadi seorang guru anak-anak kecil memiliki suatu keunikan tersendiri di jajaran profesi pendidik yang lain. Pelayanan kita terhadap anak-anak memang tidak terbatas pada membagikan ilmu pengetahuan saja. Lalu kita mulai diperhadapkan pada tanggung jawab moral di mana di kelas kita terdapat anak-anak yang belum bisa memakai kaus kaki, sepatu, dan hal-hal lain. Wah, pasti berat sekali rasanya! Memang betul, readers. :0 Ketika itu, pengalaman saya adalah begitu seru kalau saya ceritakan sekarang, tetapi tidak pada waktu saya mengalaminya. Tiba saatnya anak-anak kelas 1 SD yang saya ajar mengikuti kegiatan berenang. (dummm..tssss) Kehebohan pun menyeruak dari ujung lorong kelas. Mereka membawa perlengkapan renang mereka, lengkap dengan lunch bag dan botol air yang menggantung di leher mereka. “Miss…. Miss ….. I think I forgot to bring my goggle …”celoteh seorang anak. Satu hal yang muncul di otak saya yakni ingin cepat-cepat menghabiskan hari itu. Kehebohan pun berlanjut pada waktu mereka mandi setelah berenang. Ya… begitulah tugas seorang guru dan orang tua. Kira-kira apapun jenjang usia anak yang kita didik, ada saja porsi di mana kita ditantang untuk mengasihi mereka lebih dari ‘apa yang diminta’ oleh institusi pendidikan kita. Oleh sebab itu, saya ingat ketika Yesus berkata, “Dan orang yang mau menjadi yang pertama di antara kalian, harus menjadi hamba bagi semua.” (Mark 10:44 BIS)

Yang terakhir adalah keinginan untuk terus belajar. Seorang guru yang telah berhenti belajar dapat diartikan sebagai seorang yang mendidik tanpa pembaharuan dari disiplin ilmunya. Seperti lentera yang kehabisan bahan bakarnya perlahan tapi pasti cahayanya semakin redup. Kecintaan seorang guru terhadap subjek yang diajarnya dapat terpancar dari caranya menggali sebuah materi baru yang berhubungan dengan subjeknya. Hanya dengan kehausan akan ilmu pengetahuan yang sungguh dari sang guru maka murid-murid dapat meneguk dari sumber air pengetahuan yang jernih.  Sering kali pada waktu senggang, saya menyempatkan membaca buku-buku yang berhubungan dengan mengajar dan juga mempertajam keahlian saya dengan banyak bercengkrama dengan orang-orang yang memang mumpuni di bidangnya. Bagi saya, mendengarkan, bercengkrama dan bertukar pikiran dengan seorang yang memang ahli di bidangnya merupakan kesempatan yang sangat baik untuk dapat mempelajari pola berpikirnya dan seringkali dapat memperluas cara berpikir saya tentang dunia. Tentang bagaimana seorang dapat menguasai ilmu di bidangnya merupakan kebesaran Tuhan yang menciptakan manusia dengan keunikannya masing-masing.

Hal-hal yang sudah saya tuliskan ini adalah pelajaran yang telah saya simpan selama ini. Adalah suatu kerinduan saya, bila suatu saat saya bisa menulis buku tentang pembelajaran ini… Semoga bermanfaat.
Jika ada kebenaran dalam hati, aka nada keindahan dalam karakter. Jika ada keindahan dalam karakter, akan ada harmoni dalam rumah. Jika ada harmoni dalam rumah, aka nada keteraturan dalam negara. Jika ada keteraturan dalam negara, akan ada damai di bumi. –pepatah kuno


Minggu, 13 Oktober 2013

MY FAVORITES


One song that keeps on playing on my head recently is My Favorite Things. When I was listening to Yolanda Adams’ version of this song, it was a little bit different from the original version of Maria’s. I was reminded that back then this song was truly a beautiful song taken from the film The Sound of Music. Oh, I think that your childhood won’t be so memorable without the songs from The Sound of Music. Few years ago when I was learning jazz piano, I could sense that this song would be beyond wonderful if sung by a black woman. And it was proven by Mrs. Adams.  I lurrrrveee it so much that I would always tap my feet on the ground every time it is being played.

 
Gee! There is nothing more beautiful than remembering those old glorious times. When your world involves the epic view of tiny raindrops falling on the pink roses,


when you can see a wild goose flying without even thinking about tomorrow; that’s when your life seems so bearable. You would adore the appearance of a little girl wearing a white dress on somebody’s wedding. Or even, the smell of rain… That’s just too marvelous to be pictured by words.


And… life is really, really far from such things. So sad, but true …When you tried to enjoy the view of the garden, you failed to do so because of the trauma that the bee-sting caused that would have hurt you. You got bitten while you are wishing to have a good relationship with the as-it-seems-adorable puppy. What seems to be lovely is sometimes too painful to be loved and possessed.

Expecting life to be always full of beauty is like expecting seasons to turn into spring throughout the year. Yes, it’s painful to have flowers turn brownish just to see it falling from the trees. It’s always been harsh to go through the stormy nights.. And it’s alright to cry because there are many painful things in life. And even you just have to stop running for a while, and just rest in God’s shoulder. He knows. He understands that life is hard.

 
Here comes the silver lining, when everything seems to be broken, God has prepared all beautiful things out of us and for us. Have you counted your blessings today? Get ready to be startled when you count all the beautiful things around you because they are a gift from heavenly Father. They’re the things that might seem so little yet when you open your heart, they might turn to smell and taste like whatever you call it Heavens. Have a good day!
 

MY FAVORITE THINGS

Raindrops on roses and whiskers on kittens
Bright copper kettles and warm woolen mittens
Brown paper packages tied up with strings
These are a few of my favorite things


Cream colored ponies and crisp apple strudels
Doorbells and sleigh bells and schnitzel with noodles
Wild geese that fly with the moon on their wings
These are a few of my favorite things


Girls in white dresses with blue satin sashes
Snowflakes that stay on my nose and eyelashes
Silver white winters that melt into springs
These are a few of my favorite things


When the dog bites, when the bee stings
When I'm feeling sad
I simply remember my favorite things
And then I don't feel so bad

Songwriters
Oscar Hammerstein Ii;Richard Rodgers

Dear princess....


Kemarin saya dapat kesempatan didandani ala-ala Brides alias pengantin wanita oleh salah seorang teman kantor saya. Sebagai seorang gadis yang bertumbuh dengan cerita-cerita happy ending sang puteri raja yang akhirnya menikah dengan seorang pangeran tampan nan baik hati, saya pun merasakan sensasi yang berbeda pada saat saya berdandan dan mengenakan tile pemberkatan. Saya memang suka sekali melihat foto-foto wanita mengenakan gaun pengantin, lengkap dengan riasan yang semarak dan glamor. Nah, kebetulan saya dengan kakak perempuan saya,  sama-sama menggandrungi kostum pengantin wanita. Kami pun tidak jarang menyempatkan membuka halaman website kumpulan perancang busana pernikahan yang sedang tren. Hari ini, setelah selesai saat teduh bersama dengan rekan-rekan di kantor membaca sebuah artikel mengenai bagaimana cara untuk bersuka cita di dalam lingkungan pekerjaan.

Yesaya 61:10

Aku bersukaria di dalam TUHAN, jiwaku bersorak-sorai di dalam Allahku, sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku  dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran, seperti pengantin laki-laki yang mengenakan perhiasan kepala dan seperti pengantin perempuan yang memakai perhiasannya.


Di sana digambarkan bahwa umat tebusan Tuhan seperti halnya pengantin … J
Yang kemudian terlintas di benak saya adalah kemudian menulis… saat ini adalah kesempatan yang baik karena pengalaman didandani menjadi ‘mempelai wanita’ barangkali bukanlah hal yang dapat di alami oleh semua wanita single. Jadi, saya berkesimpulan bahwa saya adalah gadis yang beruntung itu. Setiap kali saya mungkin merasa kecewa dengan keadaan di sekitar saya, saya akan mengingat hari itu: di mana saya didandani secantik permaisuri. Sungguh menggugah hati saya, apabila Bapa di surga ternyata memperlakukan kita, puteri-puteri kecil-Nya seperti layaknya seorang yang mendandani mempelai wanita. Tentu saja, perhiasan yang dimaksudkan di sini bukanlah secara lahiriah, namun perhiasan yang berupa kecantikan batiniah. 1 Petrus 3:4-5 “...perhiasanmu janganlah secara lahiriah, …. Tetapi perhiasanmu adalah manusia batiniah yang ‘tersembunyi’ dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah.”

Yang tersembunyi?
Sejujurnya saya bingung kenapa yah Rasul Petrus menggunakan kata ‘tersembunyi’ a.k.a hidden pada waktu ia menggambarkan tentang kecantikan seorang wanita. Ada beberapa hal yang mungkin ia ingin sampaikan melalui kata yang khusus ini:
Satu hal yang gadis-gadis Kristen sering kali ngga sadar adalah bahwa pada waktu mereka tumbuh menjadi remaja yang akhirnya sampai pada tahap gadis dewasa, ada banyak nilai-nilai yang diperhadapkan dengan mereka, atau katakanlah saya.. :D Ada kalanya, orang-orang di sekitar saya, mulai membuat saya tidak nyaman dengan statusisasi saya..( vickynisasi victim bgt, cing!) Saya mulai membandingkan diri saya dengan teman-teman yang sudah memiliki pasangan hidup juga kehidupan yang kelihatannya jauh lebih enak dari saya. Saya mulai meragukan apakah nilai-nilai dalam diri saya itu memang layak dipertahankan. Sedih dan menyesal memang kalau mengingat saat-saat itu. Kalau saja saya cukup rendah hati, mengakui bahwa saya pun masih ada kelemahan dan datang pada Tuhan dalam saat-saat tersulit saya, tentunya saya tidak perlu melakukan kesalahan yang rasanya konyol. Saya yakin bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan saya, namun kadang merasa cukup kuat untuk menjalani hidup saya tanpa bimbingan dari Tuhan. Kembali lagi ke poin saya yang pertama, bahwa,  princess (panggilan akrab aku buat readers).. kita perlu menyadari keberadaan kita di dalam Tuhan, bahwa di dalam Kristus, kita adalah ciptaan baru dan hidup kita tersembunyi di dalam Kristus.
Hal lain yang mungkin mau disampaikan sama Om Pet itu dapat berbicara tentang peran wanita-wanitanya Kristus di dalam tatanan keluarga dan masyarakat. Sebagai orang yang terlibat langsung dalam dunia pendidikan anak, saya memiliki kesempatan langsung berhubungan dengan anak-anak. Sering sekali, saya memperhatikan dan ngobrol-ngobrol sama mereka. Saya memang anak yang sangat beruntung memiliki ibu yang memilih profesi yang dipandang remeh oleh ibu-ibu zaman sekarang: housewife. Sungguh kasih sayang ibu yang mendidik dan mendampingi pertumbuhan anak adalah suatu hal yang langka bagi anak-anak di era ini. Maklum, sekarang semua serba instan. Kalau punya anak, ya… kasih aja suster atau mbak.. Kalau anaknya perlu makan, tinggal suruh mbak siapin. Kalau perlu belajar, tinggal kasih guru les. Easy, yes? NO!!! Life is simple, but not that easy! Kamu menikah, lalu Tuhan menitipkan anak melalui rahimmu, atau mungkin melalui seorang ibu lainnya yang mengandung dan memberikan izin untuk kamu membesarkan anak itu.; semua hal itu tidaklah kebetulan. Bahkan semua hal itu sudah Tuhan tuliskan dalam rancangan besarNya, sebelum dunia ini diciptakan.

Princess, memang dalam dunia ini kamu lihat begitu banyak peran wanita yang diselewengkan demi kepentingan yang sifatnya fana alias nggak kekal. Ibu-ibu bekerja mati-matian, berangkat subuhhh… pulang sampe jauh malam. Bahkan parahnya lagi, adalah ketika anak-anak tumbuh tanpa ‘sentuhan’ dari ibu dan bapaknya. Tentunya, di sini saya bukan menganggap bahwa peran ayah itu lebih kurang penting dari ibu. Tugas ayah, seperti yang saya baca dari decorative glass anak-anak SD adalah bekerja  dan bermain bersama anak, nah tugas anak adalah belajar dan menerima kasih sayang dari orang tua serta keluarga. Sekarang, seorang wanita berperan menjadi ‘benteng’ di dalam rumah tangganya. Bukan berarti juga ibu-ibu tidak boleh punya penghasilan tambahan atau pergaulan di luar rumah. Itu sangat ekstrim, saya kira…  Untuk dapat mengatur waktunya dengan seimbang, seorang ibu harus banget punya skala prioritas. Maksudnya, porsi terbesar dalam membagi waktu dan tenaganya adalah untuk mengatur dan memastikan bahwa segala hal di dalam rumah berjalan dengan baik.

Lebih jauh lagi, tugas-tugas wanita itu sifatnya memang lebih ‘sepele’. Kenapa saya bilang begitu? Coba kita pikirkan pekerjaan rumah tangga seperti cuci dan setrika pakaian, sapu dan pel lantai, masak buat keluarga, dan segambreng kerjaan perintilan yang lain…. Pernah suatu kali, ibu saya bilang pada saya bahwa pekerjaan seorang ibu rumah tangga itu adalah sangat membutuhkan kesabaran dan ketekunan, sebab kalau dilihat-lihat jarang ada orang yang memuji pekerjaannya… reward-nya pun biasanya bukan bersifat material atau tampak. Kalau dipikir-pikir benar juga, sebab pekerjaan kaum bapak lebih terlihat ‘nyata’ dan ‘bernilai’ secara materi. Makanya, princess, hidup ini adalah pilihan.. Jadi, apapun pilihanmu, pastikan bahwa kamu dapat bertanggung jawab atas hal itu baik di dalam dunia yang sementara ini, maupun dalam kekekalan.